Mengatur Kelahiran atau Mencegah Kehamilan
Mengatur Kelahiran atau Mencegah Kehamilan
Kita gampang dengan istilah mengatur kelahiran atau mencegah
kelahiran. Mengatur kelahiran diprogramkan dalam suatu negara yang
sedang membangun dibidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. Mengatur
kelahiran juga diharuskan oleh kesehatan karena kesehatan yang banyak
dan rapat membahayakan bagi tubuh manusia. Pun melahirkan bagi perempuan
yang terlalu muda dan terlalu tua akan sangat berisiko tinggi. Agama
pun menganjurkan agar membatasi kelahiran untuk mengatasi masalah
kesenjangan pangan, kelaparan, dan kemiskinan meluas.
Adapun yang berkenaan dengan mencegah kehamilan amatlah berbeda makna dan keadaannya. Pernah seorang gadis eropa berkata (maaf) dia tidak takut hamil walaupun bergaul bebas dengan seorang lelaki yang menjadi teman pilihannya. Kemudian saya bertanya mengapa? Bule berambut pirang itu menjawab dengan polos dan meyakinkan:”Kan ada pil”. Tentu bukan sembarangan pil yang dimilikinya melainkan pil yang dapat menggagalkan konsepsi kehamilan. Tetapi anehnya teblet untuk mencegah kehamilan itu di sana tidak mudah diperoleh di sembarang toko obat namun hanya di klinik atau apotik dengan lebih dahulu berkonsultasi dan konseling (bulan diberi motivasi saja) atau memperlihatkan resep dokter. Apabila weekend remaja putra dan putri mulai beraksi berhamburan ke jalan, pub, dan diskotik. menghabiskan malam panjang dengan berdiskoria dan bercumburia sembari tak lupa memproteksi diri mereka dengan dengan cara, metode, alat, atau obat kontrasepsi untuk menghindari dari `beban ganda ` kewanitaan dan kerawanan HIV. Pergaulan bebas antar remaja tampaknya taklah dipusingkan oleh masyarakat sekularis barat. Pasca remaja setelah meninggalkan bangku SMA dianggap sudah mandiri tanpa ada lagi bimbingan dan ayoman dari orang tua yang umumnya ditandai dengan berpisahnya domisili anak dari keluarga batih (nucle us family).
Keluarga luas (extended family) hanya terdapat pada masyarakat tradisional agraris di situ kerap tinggal beberapa keluarga selain ayah, ibu, dan anak-anak. Di masyarakat maju keluarga tidak seutuh di masyarakat prakondisi lepas landas sehingga kontrol sosial dan orang tua tidak optimal lagi bahkan lingkungan urban perkotaan cenderung apatis dan permisif terhadap bebasnya pergaulan anak muda yang sering menyababkan ketidakteraturan sosial (social disorder), masalah moral pelanggaran norma sosial, kriminal dstnya.
Alkondar (alat kontrasepsi darurat) bukanlah diprogramkan karena penggunaannya sangat personal bukan merakyat dan mensejahterakan rakyat. Jadi di negara sekular konsep dasar keluarga berencana berbeda dengan di negara yang Pancasilais.
Keluarga berencana memiliki tafsiran yang cukup luas; Dalam pengertian birth control berarti the voluntary limiting of human reproduction, using such means as sexual abstience, contraception, induced abortion, and surgical sterilsation. It includes the spacing as well as the number of children in a family (pembatasan kelahiran secara sukarela dengan menggunakan cara tidak melakukan hubungan seks, kontrasepsi, pengangguran, sterilisasi medis. Hal itu termasuk menjarangkan jumlah anak dalam keluarga. Pemikiran sekularis tentang persoalan apakah ingin memiliki anak atau tidak, menunda kelahiran, atau mengatur jarak kehamilan yang aman, hingga ingin berapa jumlah anak adalah masalah yang sangat personal dan mendasar tidak dapat diintervensi. Sama halnya dengan beragama masyarakat sekular cenderung tidak melaksanakan ritual keagamaan di saat perkawinan.
Masyarakat yang baru menginjak kedewasaan mulai menyadari akan kebutuhan sosial ekonomi rumah tangga pembiayaan jumlah anak yang besar sulit diatasi oleh keluarga yang berpenghasilan rendah apalagi di saat ekonomi negara tidak stabil dan inflasi tinggi yang mana dapat mengakibatkan betapa sulitnya mencari lapangan pekerjaan, tinggi angka pengangguran dan besarnya jumlah kemiskinan, sementara tuntutan serta kebutuhan akan pendidikan anak hendak ditingkatkan. Di saat itu perencanaan kelurga amat dibutuhkan.
Perencanaan Keluarga
Perencanaan keluarga melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga menjadi suatu pilar yang kokoh. Dengan pilar pertama pendewasaan usia perkawinan berarti seseorang perempuan atau lelaki telah menggunakan “kontrasepsi waktu” dengan terlebih dahulu menyelesaikan pendidikan tinggi, mencari pekerjaan, kemudian mengumpulkan dana untuk mempersiapkan bahtera rumah tangga. Kedua adalah pengaturan kelahiran yang mana pasangan usia subur dapat menunda kelahiran, memiliki anak yang jarang, sampai membatasi jumlah anak dan terminalisasi kesuburan. Melalui ketahanan keluarga anak-anak memiliki iman, mental, dan budi pekerti yang kuat untuk menghambat akulturasi budaya kebebasan dan dan menghadang arus globalisasi. Dengan pilar kesejahteraan keluarga diberdayakan sehingga daya beli masyarakat menguat dan diharapkan dapat turut mengentaskan kemiskinan nasional yang jumlahnya mencapai sekitar 34,7 juta jiwa.
Keluarga berencana yang bertujuan untuk menyejahterakan keluarga dan masyarakat (“Keluarga Damai Bangsapun Damai”) sangat berbeda dengan cara-cara praktis seperti menghindari kehamilan dan tidak ingin mempunyai anak dengan minum obat dan/ramuan, aborsi/pijak, sterilisasi, dll demi kesenangan (hedonisme) pribadi semata.
Ditulis Oleh :
Drs. Abdul Munir, M.Sc
Adapun yang berkenaan dengan mencegah kehamilan amatlah berbeda makna dan keadaannya. Pernah seorang gadis eropa berkata (maaf) dia tidak takut hamil walaupun bergaul bebas dengan seorang lelaki yang menjadi teman pilihannya. Kemudian saya bertanya mengapa? Bule berambut pirang itu menjawab dengan polos dan meyakinkan:”Kan ada pil”. Tentu bukan sembarangan pil yang dimilikinya melainkan pil yang dapat menggagalkan konsepsi kehamilan. Tetapi anehnya teblet untuk mencegah kehamilan itu di sana tidak mudah diperoleh di sembarang toko obat namun hanya di klinik atau apotik dengan lebih dahulu berkonsultasi dan konseling (bulan diberi motivasi saja) atau memperlihatkan resep dokter. Apabila weekend remaja putra dan putri mulai beraksi berhamburan ke jalan, pub, dan diskotik. menghabiskan malam panjang dengan berdiskoria dan bercumburia sembari tak lupa memproteksi diri mereka dengan dengan cara, metode, alat, atau obat kontrasepsi untuk menghindari dari `beban ganda ` kewanitaan dan kerawanan HIV. Pergaulan bebas antar remaja tampaknya taklah dipusingkan oleh masyarakat sekularis barat. Pasca remaja setelah meninggalkan bangku SMA dianggap sudah mandiri tanpa ada lagi bimbingan dan ayoman dari orang tua yang umumnya ditandai dengan berpisahnya domisili anak dari keluarga batih (nucle us family).
Keluarga luas (extended family) hanya terdapat pada masyarakat tradisional agraris di situ kerap tinggal beberapa keluarga selain ayah, ibu, dan anak-anak. Di masyarakat maju keluarga tidak seutuh di masyarakat prakondisi lepas landas sehingga kontrol sosial dan orang tua tidak optimal lagi bahkan lingkungan urban perkotaan cenderung apatis dan permisif terhadap bebasnya pergaulan anak muda yang sering menyababkan ketidakteraturan sosial (social disorder), masalah moral pelanggaran norma sosial, kriminal dstnya.
Alkondar (alat kontrasepsi darurat) bukanlah diprogramkan karena penggunaannya sangat personal bukan merakyat dan mensejahterakan rakyat. Jadi di negara sekular konsep dasar keluarga berencana berbeda dengan di negara yang Pancasilais.
Keluarga berencana memiliki tafsiran yang cukup luas; Dalam pengertian birth control berarti the voluntary limiting of human reproduction, using such means as sexual abstience, contraception, induced abortion, and surgical sterilsation. It includes the spacing as well as the number of children in a family (pembatasan kelahiran secara sukarela dengan menggunakan cara tidak melakukan hubungan seks, kontrasepsi, pengangguran, sterilisasi medis. Hal itu termasuk menjarangkan jumlah anak dalam keluarga. Pemikiran sekularis tentang persoalan apakah ingin memiliki anak atau tidak, menunda kelahiran, atau mengatur jarak kehamilan yang aman, hingga ingin berapa jumlah anak adalah masalah yang sangat personal dan mendasar tidak dapat diintervensi. Sama halnya dengan beragama masyarakat sekular cenderung tidak melaksanakan ritual keagamaan di saat perkawinan.
Masyarakat yang baru menginjak kedewasaan mulai menyadari akan kebutuhan sosial ekonomi rumah tangga pembiayaan jumlah anak yang besar sulit diatasi oleh keluarga yang berpenghasilan rendah apalagi di saat ekonomi negara tidak stabil dan inflasi tinggi yang mana dapat mengakibatkan betapa sulitnya mencari lapangan pekerjaan, tinggi angka pengangguran dan besarnya jumlah kemiskinan, sementara tuntutan serta kebutuhan akan pendidikan anak hendak ditingkatkan. Di saat itu perencanaan kelurga amat dibutuhkan.
Perencanaan Keluarga
Perencanaan keluarga melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga menjadi suatu pilar yang kokoh. Dengan pilar pertama pendewasaan usia perkawinan berarti seseorang perempuan atau lelaki telah menggunakan “kontrasepsi waktu” dengan terlebih dahulu menyelesaikan pendidikan tinggi, mencari pekerjaan, kemudian mengumpulkan dana untuk mempersiapkan bahtera rumah tangga. Kedua adalah pengaturan kelahiran yang mana pasangan usia subur dapat menunda kelahiran, memiliki anak yang jarang, sampai membatasi jumlah anak dan terminalisasi kesuburan. Melalui ketahanan keluarga anak-anak memiliki iman, mental, dan budi pekerti yang kuat untuk menghambat akulturasi budaya kebebasan dan dan menghadang arus globalisasi. Dengan pilar kesejahteraan keluarga diberdayakan sehingga daya beli masyarakat menguat dan diharapkan dapat turut mengentaskan kemiskinan nasional yang jumlahnya mencapai sekitar 34,7 juta jiwa.
Keluarga berencana yang bertujuan untuk menyejahterakan keluarga dan masyarakat (“Keluarga Damai Bangsapun Damai”) sangat berbeda dengan cara-cara praktis seperti menghindari kehamilan dan tidak ingin mempunyai anak dengan minum obat dan/ramuan, aborsi/pijak, sterilisasi, dll demi kesenangan (hedonisme) pribadi semata.
Ditulis Oleh :
Drs. Abdul Munir, M.Sc
Komentar
Posting Komentar